Rabu, 10 Juli 2013

Giovanni Giacomo Casanova


Giacomo Casanova (1825-1898)
Anda tentu sudah pernah mendengar nama Casanova yang identik dengan playboyalias penakluk wanita. Nama ini sudah menjadi legenda perayu wanita ulung bersama-sama dengan julukan Don Juan dan Lothario. Ketiga nama ini memperoleh ‘gelar’ sebagai philandererwomanizerskirt-chaser yang semuanya bermakna ‘lelaki yang pandai memikat hati banyak wanita dan bak lebah terbang dari kuntum ke kuntum lain dan selalu berhasil mengisap sari madu bunga yang dihinggapinya’. Namun berbeda dengan Don Juan dan Lothario yang hanya merupakan tokoh fiksi, Casanova benar-benar pernah ada dalam sejarah kehidupan manusia dan bahkan dia menuliskan pengalaman petualangan cintanya dalam buku otobiografi sebanyak 12 jilid. Seperti kita ketahui Don Juan hanyalah tokoh fiksi dalam hikayat Spanyol pada abad 16, sedangkan Lothario adalah tokoh dalam dongeng Don Quixote, di mana diceritakan Lothario yang diberi ‘tugas’ oleh sahabat karibnya, Anselmo untuk mengetes kesetiaan isterinya bernama Camila dengan merayunya. Uji kesetiaan ini malah berakhir dengan cinta terlarang antara Lothario dan Camila.
Giacomo Casanova memang mempunyai ‘prestasi’ luar biasa sebagai penakluk wanita. Tak kurang dari 132 wanita berhasil dilucuti hatinya, mulai dari wanita-wanita bangsawan (noblewomen), aktris, penari, pelayan istana (chambermaids), budak wanita Yunani, keponakan seorang imam, anak gadis seorang petani, perempuan hiperseks (nymphomaniac), lima gadis bersaudara kandung ditambah ibunya, bahkan juga dengan dua orang biarawati. Apa resep Casanova, yang diam-diam jadi panutan (role model) para lelaki (baik yang hidung belang maupun yang hidung tak belang) ini? Ternyata kata kuncinya adalah perhatian yang tulus. Di dalam menjalin hubungan dengan semua wanita, dia selalu memberikan cinta dan perhatian total dan mendapat imbalan cinta dari mereka. Dalam kamus cintanya, Casanova tak pernah menerapkan prinsip ‘tabrak lari’, yaitu sekedar memanipulasi kelemahan wanita, menikmati seks dan kemudian meninggalkannya. Dia memproklamasikan dirinya sebagai ‘manusia bebas’ (free agent atau libertine) dan tulisan-tulisan di bukunya menggambarkan pemikirannya yang kontroversial namun unik.
Secara tersirat Casanova memberikan kiat-kiat penting untuk menaklukkan hati wanita. Pertama untuk membuat wanita merasa spesial, lakukan sesuatu yang spesial pula. Kedua, pilihlah tempat berduaan dengan privacy yang baik, karena suasana ini akan menciptakan kemesraan. Ketiga, buatlah wanita merasa bahwa Anda mengagumi dirinya. Memandangi wajahnya sambil memuji kecantikannya secara tidak berlebihan akan melambungkan hatinya. Juga memujinya smart (pandai) akan membuatnya tersanjung. Keempat, jangan pelit memberikan dia hadiah tanda perhatian dengan memilih-milih harga benda itu. Kelima, bersikaplah penuh canda (playful) dan spontan. Dan yang terpenting dari semau hal ini, Anda harus lakukan dari lubuk hati yang terdalam dan bukan sekedar tipuan cinta gombal.
Sekalipun Casanova dikenal sebagai orang dengan moral liar, namun dari bukunya bisa dipetik sejumlah kutipan yang patut direnungkan. Dia memang dianggap sebagai tokoh yang mengamati kehidupan secara filosofis. Kutipan-kutipan yang unik diantaranya adalah Marriage is the tomb of love (Pernikahan adalah kuburan dari cinta), Love is three quarters curiosity (Cinta itu tiga per empat adalah rasa penasaran), I found that the writer who says SUBLATA LUCERNA NULLUM DISCRIMEN INTER MULIERES (’when the lamp is taken away, all women are alike’) says true; but without love, this great business is a vile thing ( Saya dapatkan bahwa pengarang yang mengatakan ‘bila lampu sudah dipadamkan, semua wanita sama saja’ memang benar adanya. Tetapi tanpa rasa cinta, perkara besar ini akan mudarat).
Quotes (kutipan) Casanova lainnya misalnya I don’t conquer, I submit (Saya tidak menaklukkan, saya mengalah), Real love is the love that sometimes arises after sensual pleasure: if it does, it is immortal; the other kind inevitably goes stale, for it lies in mere fantasy (Cinta sejati adalah cinta yang kadangkala tumbuh dari kenikmatan duniawi, dan bila itu yang terjadi, dia akan abadi. Sebaliknya bila tidak, maka mau tak mau dia akan menjadi basi, karena cuma didasarkan pada khayalan belaka). Ya, karena ini diucapkan oleh seorang Casanova, Anda boleh menyetujui, boleh juga tidak.

Casanova, begitu dunia lebih mengenalnya, juga sosok kontroversial. Ia dianggap sebagai bajingan, penulis, penyair, penerjemah, pemikir, petualang, penjudi, pemusik, pebisnis, paranormal dan mata-mata sekaligus. Dia melakoni sederet petualangan cinta yang meneguhkan predikatnya sebagai perayu ulung dan penakluk wanita terkemuka. Ia banyak mengilhami para penulis, sutradara film, dan seniman dalam mencipta karya berdasarkan riwayatnya.
Barangkali, kisah Casanova si kontroversial inilah yang menjadi ilham bagi Beverly Barton menulis novelnya berjudul Killing Her Softly. Tokoh utama dalam novel ini, Quinn Cortez, dimunculkan laiknya Casanova. Dia seorang pengacara, sukses dalam karir dan reputasi profesionalnya dikenal luas di seantero negara. Ia selalu memenangkan kasus yang ditangani. Ia kaya raya, tampan, dan memiliki daya tarik mengagumkan yang bisa menarik setiap wanita lumpuh dalam pelukannya. Dan selanjutnya, sebagaimana karakter petualang, ia meninggalkan wanita-wanita itu tanpa rasa bersalah.
Maka tak berlebihan jika semboyan atau istilah ‘Cintai mereka, lalu tinggalkan!’, dilekatkan pada Quinn Cortez sang penakluk ini. Menariknya, meski banyak wanita terluka atas perlakukan Quinn Cortez, banyak dari mereka justru ingin selalu mendekap dan hidup bersamanya. Apakah dia memiliki rasa sayang terhadap perempuan-perempuan itu? Hanya Quin Cortez yang tahu, namun ia senang menjalin hubungan singkat dengan banyak wanita lalu meninggalkannya tanpa jejak. Banyak wanita cantik bernasib malang terjerumus dalam kebodohan yang dilakoninya.
Sebagaimana disinggung di atas, Quinn Cortez adalah pengacara terkenal di Houston. Reputasinya memuncak karena selalu mampu jadi pemenang dalam setiap kasus yang ditangani. Ia bahkan bisa membebaskan orang-orang bersalah dari jeratan hukum. Ia mampu mengecoh pengadilan sehingga pelaku tindak kriminal bisa bebas dari palu hukum.
Praktis, Quinn Cortez adalah pengcara kriminal terkemuka. Lalu suatu waktu, ia harus tertuding sebagai pelaku pembunuhan terhadap Lulu Vanderly, gadis cantik kaya raya yang tak lain adalah kekasihnya. Kematian Lulu Vanderly menjadi benang merah bagi aparat hukum menyelidiki kematian wanita-wanita cantik lain. Sebab, banyak wanita-wanita kekasih Quinn Cortez meninggal dengan motif dan kondisi sama: disekap di ranjang dan jari tangan terpotong. Benarkah Quinn Cortez adalah pembunuh?
Dalam prolog novel, sesungguhnya sudah gamblang dikisahkan bahwa Quinn Cortez-lah pembunuh Lulu Vanderly. Dalam prolog itu diceritakan, Lulu Vanderly sedang menunggu Quinn Cortezz hadir di apartemennya. Lulu menunggu momen pertemuan itu dengan hati berdebar, bahkan ingin menjerat Quinn dengan sandiwara. Lulu sangat memuja Quin dan ingin Quinn berakhir sebagai suaminya. Maka malam itu Lulu berencana mengatakan kepada Quinn bahwa dia mengandung anak Quinn. Dengan begitu, dia berharap Quin menikahinya.
Demikianlah, Quin akhirnya tiba. Tapi tidak seperti harapan Lulu, begitu Quinn tiba di apartemen itu, wajahnya sangat dingin dan mengerikan. Quinn tidak mengatakan apa-apa. Ia mendesak Lulu hingga terpojok dan terjatuh ke ranjang. Saat itulah Quinn membungkam wajah Lulu dengan bantal hingga akhirnya tewas dengan kondisi jari telunjuk dipotong-postmortem. Ketergila-gilaan Lulu pada Quinn harus dibayarkan dengan nyawa.
Tidak ada keraguan pembaca bahwa Quinn Cortez adalah pembunuh Lulu. Namun dalam aliran kisah selanjutnya, Quinn berupaya sedemikian rupa menyakinkan bahwa dia bukan pembunuh gadis itu. Suspens dalam novel ini agaknya sengaja dibangun dengan cara mempertentangkan fakta menarik: bagaimanakah seorang pengacara kriminal terkemuka bisa melepaskan dirinya dari sangkaan tindak kriminal?
Mendengar kematian Lulu, keluarganya sangat terpukul, sehingga sepupunya bernama Annabelle Vanderley bersumpah akan menemukan pembunuhnya. Annabelle kemudian ditunjuk menjadi wakil keluarga Vanderley dan diberi tanggung jawab penuh menyelesaikan semua permasalahan kematian sepupunya. Dan tugas ini membawanya pada pertemuaan dan ‘perasaan asing’ dengan Quinn Cortez, si tersangka utama pembunuhan Lulu.
Dari pertemuan Annabelle dengan Quinn inilah novel bergerak dan bergulir secara menegangkan. Lambat-laun kisah pembunuh Lulu Vanderley dan kekasih-kekasih Quinn yang lain terlacak dan tersibak satu per satu. Novel ini menarik diikuti karena setiap kisah diikuti dengan intrik-intrik drama romantis mengagumkan. Rasa penasaran meninggi ketika akhirnya Quinn Cortez justru jatuh cinta kepada Annabelle Vanderley, sepupu korban yang justru ingin mengusut tuntas kasus itu dan menyeret pelakunya ke penjara.
Maka Quinn Cortez harus meyakinkan pihak kepolisian dan Annabelle bahwa ia tidak membunuh Lulu. Quinn bersama pengacaranya Kendall Wells berusaha mencari pembunuh sebenarnya. Kendall Wells adalah sahabat lama Quin dan juga salah satu wanita pengagum Quinn. Dia mencintai Quinn dan menikmati hubungan singkat yang diinginkannya. Semua wanita termasuk Kendall, bisa terjerat dalam perangkap sang penakluk dengan sangat mudah.
Suatu hari, peristiwa mengejutkan terjadi ketika Quinn menemui Kendall di rumahnya. Kendall terbunuh sama seperti kematian Lulu. Kendall tewas dengan posisi mulut dibungkam dan jari telunjuk dipotong. Dua kekasih Quinn terbunuh dengan cara sama. Quinn semakin terpojok dengan dugaan bahwa dia terlibat dalam kasus pembunuhan itu.
Seorang detektif kemudian berhasil menemukan tiga wanita dibunuh dengan cara yang sama. Ketiganya Joy Ellis di New Orleans, Carla Millican di Dallas dan Kelley Fleming di Boytown. Wanita-wanita itu pernah menjalin hubungan dengan Quinn Cortez. Quinn masih mengingat semua kenangan bersama mereka, kecuali wanita bernama Kelley Fleming. Ia sulit mengingat kenangan tentang wanita itu.
Di tengah kecurigaan yang kian kuat itu, Annabelle justru merasa terbius oleh daya pikat sang casanova. Apakah ia akan terjerat dan masuk dalam daftar kekasih Quinn. Apakah ia akan mengorbankan diri untuk tumbal Quinn?
Annabelle mulai curiga, Quinn memiliki kepribadian ganda yang setiap saat bisa keluar dari tubuhnya dan menjadi Quinn lain yang bisa membunuh. Quinn bahkan mengatakan padanya bahwa ia mengalami pingsan saat wanita-wanita itu terbunuh dan tersadar setelah semuanya terjadi. Apakah dalam pingsannya ia membunuh?
Sesungguhnya, Quinn dikenal penyayang. Bahkan sangat dicintai dan dikagumi staf-stafnya seperti Jace Morgan, Aaron Tully dan Mercy. Mercy, assisten pribadinya yang setengah mati mengharap Quinn mau menerima cintanya, juga memendam rasa yang dalam terhadap Quinn, Mercy akhirnya mengalami nasib yang sama.
Siapa pembunuh sebenarnya yang sangat suka mengoleksi jari telunjuk wanita-wanita pemuja sang casanova?
Inilah klimaks dari novel ini: Quinn Cortez berhadapan dengan Quinn jahat, pembunuh kekasih-kekasihnya, yang tak lain adalah Jace Morgan, staf pribadinya. Bocah yang ditemukannya di pinggir jalan saat berumur 16 tahun, yang tanpa disadarinya begitu mirip dengannya. Dan Jace membuat pengakuan bahwa Quinn harus menebus dosa-dosanya. Akhir yang sangat mengharukan karena Quinn menyadari dan tahu bahwa ia tak dapat mengubah masa lalunya, ia tak dapat kembali dan menyelamatkan Jace. Walau ia dapat menyelamatkan Annabelle dari sergapan pembalasan Jace. Quinn justru telah menghabisi nyawa anaknya sendiri. (Panda MT Siallagan)

Keluarga Lebih dari Apapun

Beverly Barton adalah penulis bestseller yang telah menghasilkan lebih dari tiga puluh novel romantis laris. Ia kerap memenangkan penghargaan, seperti Maggie Award, National Reader’s Choice Award, dan Career Achievement Award for Series Romantic Adventure dari Romantic Times. Jutaan kopi novelnya telah terjual di banyak negara.
Beverly merupakan generasi keenam kaum Alabamian yang menulis dengan mainstream suspens-romantik. Dia seorang istri, ibu dan nenek. Orang-orang yang mengenalnya dengan baik akan berkata bahwa bagi Beverly, keluarga jauh lebih penting dari seluruh hal apapun di dunia.
Dia mengaku beruntung memiliki sepupu yang seperti kakak dengan kawan-kawan karib. Dia mengaku tak tahu harus melakukan apa-apa tanpa kekasih-kekasih hebat itu, yang telah memberinya penguatan, dukungan, nasehat, cinta dan banyak tawa.
“Saya lahir di Alabama di mana orangtua saya tinggal di rumah pusaka nenek pihak ayah dengan sebidang tanah warisan keluarga,” katanya, seperti tercantum di situs resminya, www.beverlybartons.com.
Berverly tamat sekolah menengah dari Chattanooga Central dan kemudian kuliah di University of North Alabama. Dia menikah muda dan berjalan singkat dengan suami, yang bertugas sebagai navigator sepanjang pertengahan hingga akhir tahun 60-an. Setelah suami memutuskan mengakhiri karir militer, mereka pulang ke Alabama dan memulai menata keluarga.
Dia mengaku masuk ke ‘elemen’-nya sebagai ibu yang berdiam di rumah dan ia menyukai setiap momen keibuan. “Saya menyukai anak-anak sebagai bayi, anak-anak yang baru berjalan, tamatan sekolah, remaja dan kini sebagai orang dewasa,” ujarnya.
Kedua anaknya kini sudah dewasa dengan kehidupan pernikahan yang sukses dan baik. Beverly mengaku, dia selalu ingin punya 4 anak dan ketika kedua anak mereka menikah dengan orang-orang menakjubkan, dia akhirnya mendapatkan menantunya sebagai putri dan putra kedua.
Beverly memiliki dua cucu yang tampan dan brilian, yang membawa kebahagiaan luar biasa ke kehidupan masa tua, sebagaimana ia juga memiliki cucu putri cantik brilian. Cucu yang yang masih belajar berjalan, membantunya, sekali lagi, melihat dunia melalui mata anak-anak. Beberapa Buku Beverly dalam Bahasa Indonesia, Most Likely To Die, Close Enough To Kill, The Dying Game, The Murder Game, The Fifth Victi, Every Move She Makes, Killing Her Softly
(Panda MT Siallagan)

Menegangkan dan Seru

Novel ini merupakan salah satu novel best seller versi New York Times. Novel ini sangat mengasyikkan dibaca. Sejak awal, kisah dibangun secara menegangkan dan berkelindan secara apik, sehingga mengundang penasaran pembaca untuk ‘melahap’-nya hingga tuntas.
Dalam setiap bab terselip intrik menegangkan dan adegan-adegan romantis yang mengharukan. Demikian memang ciri novel beraliran suspens romantik, seperti novel-novel karangan Beverly Barton.
Teka-teki menemukan misteri pembunuhan mengalir seru dari bab ke bab. Membaca novel ini, praktis perhatian dan pikiran tersedot menikmati alur cerita. Selain penuh tegangan dan kisah-kisah romantis, uraian kisah kerap mengejutkan karena sebelumnya tak terduga oleh pembaca.
Killing Her Softly bisa menjadi pelajaran atau bahan refleksi bagi pembaca. Kisah dalam novel masih relevan dengan fenomena dan perkembangan zaman masa kini.
Secara tematis, novel ini mengingatkan kita pada keumuman yang terjadi: kaum laki-laki kerap menyelewengkan tugas dan tanggungjawab, baik sebagai ayah maupun sebagai  public figure.
Seorang ayah mestinya mengayomi anak, terutama putrid, terhindar dari kebodohan masa remaja yang kelak bisa menyeret pribadinya menjadi liar tak terkendali.
Novel ini juga bisa menjadi refleksi bagi aparat hukum di Indonesia, yang kerap mengesampingkan etika dan moral hukum demi ambisi dan kekuasaan pribadi, kepentingan klien dan uang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar